21 August 2008

AZTEC, Runtuhnya Sebuah Kekaisaran [part 4]

BENTURAN DUA DUNIA
Moctezuma tiba-tiba menjadi peragu. Sedang pasukan Spanyol jeli memanfaatkan perpecahan di kalangan suku Indian. Kekaisaran Aztec pun rontok.
Suku Indian Mexico Kuno memiliki sebuah siklus waktu. Dalam konsep waktu itu aktivitas para dewa sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Artinya bila terjadi persinggungan kekuatan supranatural akan meninggalkan jejaknya pada kehidupan manusia. Pertemuan putaran aktivitas dewa dan manusia terjadi secara periodik. Sejumlah peristiwa berulang kembali ketika kekuatan para dewa datang mencampuri kegiatan manusia. Karen akonsep waktu itulah su
ku Indian Mexico Kuno dapat meramal masa depan. Tugas ini diserahkan kepada pendeta-pendeta yang sepanjang tahun mengecek sejumlah tanda yang muncul. Mereka ini mengamati seksama dan menafsirkan secara hati-hati peristiwa, ilham dan mimpi. Karena ketiganya menjadi sumber informasi yang berharga. Penafsiran hati-hati peristiwa-peristiwa, ilham dan mimpi dapat menghasilkan informasi yang berharga.

Moctezuma Ketakutan

Suku Indian sangat memperhatikan peristiwa-peristiwa yang dianggap mereka berasal dari luar kekuas
aan manusia. Peristiwa itu menjadi istimewa karena berlangsung di luar kerangka ritual yang mengatur hubungan antara mereka dan para dewa. Dengan pola pemikiran seperti itu, dalam dekade sebelum bangsa Spanyol mendarat di bumi Mexico, mereka melihat banyak sekali tanda-tanda yang membuat mereka punya alasan untuk cemas. Sekitar sepuluh tahun sebelum armada Spanyol berlabuh, mereka melihat komet besar melintas di langit Mexico. Para pendeta gagal menafsirkan gejala alam ini. Moctezuma, yang mulai dihinggapi rasa takut, melampiaskan rasa takutnya itu dengan menghukum mati seluruh juru tafsir yang dipanggilnya, dengan cara membiarkan mereka mati kelaparan. Nezahualpili, penguasa Texcoco, yagn dianggap memiliki kekuatan supranatural, mengartikan peristiwa itu sebagai tanda bakal datangnya sebuah bencana yang akan menghancurkan kekaisran Aztec. Sewaktu Nezahualpili wafata tahun 1515, ia meninggalkan Moctezuma yang bingung dan cemas. Beberapa kejadian lainnya membuat penguasa Aztec itu kian ketakutan. Kuil Toci, dewi yang amat dipujanya, dilanda kebakaran. Air dananu bergolak dan menimbulkan gelombang besar. Padahal pada waktu itu tak ada hujan dan angin. Ketika malam turun, terdengar suara-suara aneh yang mengumandangkan kematian dan kehancuran. Tak tahan dihantui rasa takut, Moctezuma II pernah memutuskan untuk berlindung di Cincalco [surga dalam konsep Indian Mexico]. Pada saat-saat terakhir ia urung melakukan hal itu karena dicegah oleh penasehatnya. Menyaksikan kepanikannya, terbukti Moxtezuma adalah manusia biasa. Ketika dihadapkan pada situasi yang tak diketahuinya, ia meminta seluruh mimpi dan ilham yang diterima para pendeta ditafsirkan, sehingga ia memperoleh kejelasan tanda-tanda alam yang menyiksa dirinya. Memang agak sulit dipercaya kedatangan bangsa Spanyol sama sekali tidak diketahui oleh masyarakat Aztec. Padahal pada 1492, bangsa Spanyol sudah bermukin di Hispaniola dan Kuba, dan kemudian menguatkan diriya di pantai Venezuela dan Panama. Selama sekitar 20 tahun terakhir armada bangsa Eropa telah mondar mandir dari pulau-pulau dan sebagian pantai Benua Amerika. lagipula bila ada kapal karam, kano-kano suku Indian suka memergoki kapal bangsa Spanyol. Pada 1517, sebuah ekspedisi bangsa Spanyol menyentuh Pantai Yuucatan dan wilayah Campeche. Tahun berikutnya di bulan Mei, sebuah ekspedisi lainnya meninggalkan Kuba dan memasuki Teluk Mexico sampai ke Veracruz, sebelum berhenti di mulut Sungai Panuco. Di mata suku Indian, kedatangan bangsa Spanyol ini amat ganjil dan mereka menebak=nebak apa alsan di belakang invasi yang mendadak itu. Laporan yang sampai ke Moctezuma adalah sebuah gunung bergerak mengelilingi perairan Teluk Mexico. Merka telah melihat kapal bangsa Spanyol. Masalahnya sekarang adalah apakah gunung itu merupakan kembalinya dewa Quetzalcoatl dan para pengawalnya. Sekadar informasi, di tengah masyarakat Aztec hidup hikayat yang menuturkan Kekaisaran Tula runtuh bersamaan dengan menghilangnya Quetzalcoatl, Sang Ular Berbulu Tebal. Tapi pendeta setengah dewa itu suatu waktu akan kembali dari arah timur, sesuai dengan perputaran waktu. Legenda itu menguat kembali ketika bangsa Barat datang ke Wilayah Aztec. Dan Moctezuma II lebih banyak bersikap pasrah: Bagaimana ia dapat mempertahankan kekuasaan yang diwarisi oelh Quetzalcoatl kalau Quetzalcoatl sendiri datang untuk mengambilnya kembali?

Menjadi Peragu

Selama bertahun-tahun Moctezuma II menempatkan sejumlah orangnya di sepanjang pantai untuk mengamati kembalinya mereka
yang mungkin saja para dewa di bawah tuntuntan Quetzalcoatl. Ia sadar kedatangan Sang Ular Berbulu Tebal akan berakibat fatal terhadap para penyembah Huitzilopochtli. Dengan segala cara, ia berusaha menyelesaikan persoalan kedatangan kaum kulit putih itu. Soalnya bila ia membiarkan masalah begitu saja, maka dugaan masyarakat tentang kedatangan Sang Ular Bebulu Tebal akan menguat. Moctezuma II memutuskan cara terbaik menghadapi mereka adalah dengan memberikan hadiah-hadiah kepada para 'utusan dewa' itu. Maka ketika mengetahui pada April 1519 ada sebuah kapal melego jangkar tak jauh dari Veracruz, Mocteauma segera memberikan suplai makanan dan mengirimkan utusan untuk mencari tahu apa maksud kedatangan mereka. Ia memerintahkan agar para pendatang itu dihadiahi berbagai perhiasan, kerajinan bulu dan tentu saja pengorbanan manusia. Kendati merasa jijik dengan pengorbanan manusia, bangsa Spanyol memutuskan berhenti beberapa kilometer dari pantai. Moctezuma kemudian mengubah kebijakannya dan melakukan tindakan perlawanan dengan melepas dukun-dukun terbaiknya untuk menenung bangsa asing itu. Sebenarnya Moctezuma tak merasa pasti apa yang harus dilakukannya. Apakah ia harus menerima pendatang itu sebagai utusan dewa dan menerimanya dengan penuh hormat dan menawarkan kerjasama sebaik mungkin, atau sebagai musuh berat dan dengan segala cara berusaha mengusir bangsa Spanyol itu. Menurut para ahli sejarah, sikap ragu-ragu yang hinggap pada panglima perang dan penguasa tertinggi Aztec itu datang dari dirinya sendiri. Jauh di lubuk hatinya, Moctezuma percaya masa kejayaanny atelah berakhir. Hal ini menjelaskan mengapa sikapnya sering berubah-ubah, dari titik pasrah ke titik perlawanan. Dan kegamangan itu sudah tampak bahkan sebelum terjadi konfrontasi dengan bangsa Spanyol. Keyakinan Moctezuma dengan guratan nasibnya itu makin kuat karena ternayata bangsa Spanyol tak bisa ditembus dengan teluh yang dikirimkan dukun-dukun terbaiknya. Bangsa Spanyol terus mendekati Tenochtitlan. Ketika mencapai wilayah dataran tinggi, bangsa mereka memasuki wilayah yang dikuasai oleh suku Tlaxcala. Pada awalnya mereka disambut dengan perlawanan dari penduduk setempat karena dikira sekutu baru Moctezuma. Tapi setelah terkesima dengan kekuatan senjata api dan ketangguhan bangsa Spanyol, suku Tlaxcala segera memutuskan untuk mendukung bangsa asing itu melawan Triple Alliance.

Serangan Mendadak

Pemimpin armada Spanyol itu, Hernan Cortes jeli memanfaatkan situasi tersebut. Ia menjalin kerjasama dengan suku-suku yang memberontak terhadap kek
aisaran Aztec. Bangsa Spanyol akhirnya di terima dengan penuh keramahan di Tlaxcala. Hernan Cortes memutuskan beristirahat di sana, sekaligus mencari tahu kondisi terakhir peta politik di dataran tinggi Mexico. Setelah itu, Hernan Cortes cs. bergerak lagi, dan berhenti di Cholula, yang pada saat itu menjadi sekutu Triple Alliance. Penduduk setempat dikagetkan dengan keberingasan tentara Spanyol yang membantai habis penguasa mereka. Pasalnya par apetinggi itu diduga berkomplot untuk menyerang pasukan Spanyol. Setelah menundukkan Cholula, merek abergerak lagi menuju Chalco. Di sini mereka diterima dengan keramahan dan diberikan berbagai macam hadiah. Mereka bahkan mendapatkan dukungan dari suku Chalco untuk melawan Aztec, suku yang menundukkan mereka pada zaman Moctezuma I. Kembali bangsa Spanyol melanjutkan invasinya. Kali ini mereka mencapai Coyoacan, yang menjadi pintu gerbang ke lembah Mexico. Di sini mereka disambut dengan dukungan suku Tenapec yang juga bernafsu untuk menundukkan Aztec. Suku Chalca, Tlaxcala dan Tenapec, semuanya haus untuk melakukan balas dendam kepada Aztec. Jalan terbuka lebar buat bangsa Spanyol. Selain itu Cortes tahu betul apa yang menjadi kelemahan pemerintahan Aztec. Dalam persenjataan, Aztec kalah jauh dengan kekuatan pasukannya. Moctezuma juga selalu diliputi keraguan. Dan terakhir, ia bisa memanfaatkan kebencian suku-suku yang selama ini berada di bawah pengawasan Aztec. Hernan Cortes lantas melihat kemungkinan membentuk konfederasi suku Indian untuk melawan suku Aztec. Setelah membangun kota pertama Spanyol di Veracruz, Hernan Cortes dipilih oleh dewan perwakilan [yang sebenarnya pasukannya sendiri] dan mendapat kekuatan administratif, hukum dan militer untuk menaklukkan dan memerintah Aztec. Langkah selanjutnya yang dilakukan Cortes adalah menenggelamkan seluruh kapalnya, hingga anak buahnya tak bisa melarikan diri mau tak mau harus menetap di kawasan musuh. Pada saat yang sama Moctezuma, yang selalu berubah-ubah sikapnya itu, memanggil penguasa Texcoco dan Tacuba untuk menyelenggarakan pesta penerimaan yang meriah. Seluruh pemuka masyarakat dan pangeran diundang untuk menghadiri kedatangan bangsa Spanyol. Moctezuma yang dikelilingi oleh pembantu-pembantunya dan sejumlah besar budak yang membawa barang-barang berharga untuk dipersembahkan kepada dewa, datang menemui Cortes. Moctezuma mengalungkan kalung emas dan batu berharga di leher Cortes. Ia juga memberikan karangan bulu yang indah. Kemudian keudanya masuk ke dalam kuil yang ada di dekat situ. Di dalam kuil telah menunggu pembesar TExcoco dan Tacuba. Segera setelah Hortes masuk, mereka menyembahnya seperti mereka menyembah dewa Huitzilopochtli. Moctezuma kemudian berpidato. Dalam pidato selamat datang itu ia menyebut dirinya sebagai wakil 'ayahnya', dewa Quetzalcoatl, di dunia. Cortes menjawab ia datang ke tanah Mexico sebagai utusan seorang kaisar yang menguasai sebagian besar dunia, dan atas nama Tuhan YME. Dari upacara penyambutan itu, jelas terlihat sang penguaza Aztec dan pemimpin pasukan Spanyol tak memegang aturan main yang sama. Yang pasti, Moctezuma menunjukkan sikap tunduk kepada Cortes. Prosesi kemudian dilanjutkan di Tenochtitlan. Pasukan Spanyol disambut para pendeta, suara terompet dan gemerincing kulit kerang. Pendek kata meraih. Moctezuma sama sekali tak mengira Cortes telah menyusun strategi sendiri. Setelah ia dan anak buahnya ditempatkan di Istana Axayacatl, mereka segera menyergap Moctezuma dan pembesar lainnya dan diawasi secara ketat. Tapi itu baru permulaan. Atas anjuran sejumlah penasehatnya, Cortes merencanakan sebuah serangan mematikan secepat mungkin. Hingga Aztec tak sempat menyiapkan kekuatan pasukannya. Saat penyerangan lantas ditentukan, yakni ketika pasukan Spanyol diminta menghadiri ritual penghormatan terhadap Huitzilopochli. Pada saat itu hampir semua pemuka Aztec berkumpul. Dengan demikian mereka tak perlu membuang banyak tenaga. Dikabarkan saat itu pasukan Spanyol berhasil membunuh hampir 10.000 kaum bangsawan Aztec. Segera setelah itu, giliran para penguasa dilenyapkan. Moctezuma ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Kemudian ia dibuat cedera oleh orangnya sendiri [konon ini merupakan siasat agar Moctezuma tak dihukum mati oleh pasukan Spanyol]. Cacamatzin, penguasa Texcoco, dan gubernur Tlatelolco digantung oleh bangsa Spanyol.

Serangan Balasan

Tapi para ptinggi Aztec yang berhasil menyelamatkan diri tak langsung menyerah. Mereka sebaliknya terbakar untuk mengusir orang-orang asing itu. Mereka pertama kali dipimpin oleh Cuitlahuac, dan kemudian digantikan oleh Cuauhtemoc. Pejuang Aztec mengurung istana-istana yang didiami oleh bangsa Spanyol dengan tujuan membunuh mereka semua.
Namun Hortes cs. berhasil lolos dari lubang jarum. Pada 30 Juni 1520, mereka berhasil meloloskan diri dari kepugan pejuang Aztec. Malam itu memang gelap total, bulan tak muncul dan hujan turun lebat. Kendati menderita kekalahan besar, mereka berhasil menyeberangi danau dan selamat sampai di daratan. Melihat bangsa Spanyol kucar kacir dan lari ke daratan, pejuang Aztec mengira mereka telah berhasil mengusir bangsa Spanyol untuk selamanya. Dikisahka
n Cortes menangis ketika mengetahui berapa banyak ia kehilangan anak buahnya. Tapi Cortes tak mau begitu saja menyerahkan Tenochtitlan yang sempat digenggamnya itu. Ia menuyusun strategi baru. Ia menyerang Otumba, kota yang membuka rute ke Tlaxcaca. Di kota itu ia membantai habis pejuang Aztec. Setelah mencapai Tlaxcala, Cortes menyiapkan penyerangan besar-besaran ke ibukota Aztec. Sekali lagi ia memanfaatkan perpecahan yang terjadi di kalangan suku Indian. Panglima perlawanan suku Aztec, Cuauhtemoc gagal menyatuka seluruh suku Indian untuk melawan bangsa Spanyol. Suku Texcoco, Chalca dan Tepanec - yang pernah dipermalukan oleh penguasa Tenochtitlan, berpihak ke bangsa Spanyol. Boleh dibilang keruntuhan Triple Alliance terjadi karena persaingan yang ada di antara para penguasa Indian. Sebaliknya suku Indian sendiri terlalu lugu ketika dihadapkan pada kelicikan bangsa Spanyol. Yang paling telak adalah suku Tlaxcala yang percaya betul bangsa Spanyollah yang membantu mereka untuk melenyapkan Aztec. Mereka tak pernah menyangka mereka akan menjadi korban berikutnya. Dengan bantuan suku Chalca, Texcoco dan Tepanec, Cortes mengepung kota Tenochtitlan selama tiga bulan penuh. Tapi untuk menundukan penjuang Aztec, ia tetap harus bekerja keras. Sejumlah penyerangan dilangsungkan ke Tenoctitlan. Padahal waktu itu penduduk Tenochtitlan telah diserang kelaparan dan wabah penyakit. Tenochtitlan jatuh pada 13 Agustus 1521. Menurut cerita sejarah, hampir semua bangsawan Aztec menemui Aztec. Yang tersisa cuma sejumlah bangsawan dan yang sebagian besar masih anak-anak atau masih sangat muda. Cuauhtemoc, kaisar terakhir Aztec, ditangkap dan dibiarkan hidup untuk beberapa waktu, tapi kemudian digantung dengan tuduhan menggalang pemberontakan. Kekaisaran Aztec telah runtuh. Cortes memusatkan pikirannya untuk membangun kembali Tenochtitlan dan mengangkat dirinya sebagai gubernur Spanyol Baru pada 1522. Tentara Conquistador [Penakluk] itu menggantikan Triple Alliance. Tak ada lagi pergeseran koalisi. Persenjataan, taktik dan enerji Spanyol memang memegang peran penting dalam penaklukan Tenochtitlan. Tapi mereka juga tak bisa melupakan peran penduduk asli yang berkoalisi dengan mereka. Mudah ditebak, sejumlah bangsawan Indian kecewa dengan pendudukan bangsa Spanyol di negeri mereka. Beberapa pemberontakan muncul.

[disadur dari Majalah HAI 45/XVII 16 November 1993]

13 August 2008

AZTEC, Runtuhnya Sebuah Kekaisaran [part 3]

AZTEC MENAKLUKKAN DUNIA
Inilah periode paling berdarah dalam sejarah Aztec. Ribuan manusia dikorbankan hanya untuk peresmian Kuil Agung. Dan ketika bertempur, pasukan Aztec tak pernah Menyisakan tawanan perang .

Kematian dua tokoh penentu, Moctezuma dan Nezahuatcoatl, yang telah bersekutu ini, menyebabkan predikat Triple Alliance ikut terkubur. Apalagi setelah itu kekaisaran Aztec dipegang oleh orang-orang yang lemah.
Di tangan mereka, wibawa Aztec melorot cepat. Pemberontakan terjadi di berbagai tempat. Krisis paling serius pada 1973. Pada tahun itu, Tlatelolco, kota niaga di Mexico, memberontak terhadap kekuasaan pust di Tenochtitlan. Para ahli sejarah menduga penguasa di kota niaga itu tak lagi merasa cukup dengan pembagian upeti dan sudah merasa bosan di bawah naungan Tenochtitlan.
Namun, Axayacatl, pengganti Moctezuma, mempu mematahkan perlawanan di kota dagang itu, sekaligus mengetatkan kontrol. Namun Axayacatl membiarkan penduduk Tlatelolco yang terkenal aktif berdagang berkelana ke pelosok Mexico. Hingga Tlatelolco tetap menjadi pusat perdagangan emas, perak, batu berharga, tembakau, budak dan sebagainya saat bangsa Spanyol mendarat di Mexico.
Pemerintahan Teror

Axayacatl merasa ketagihan dengan kemenangan itu. Ia lalu mencoba kekuatan pasukanya dengan meyerang ke kawasan di barat dan barat laut. Namun rentetan penyerangan yang dilakukannya selalu menemui kegagalan. Suku Tarascan yang berdiam
di Michoacan ternyata bukan lawan yang enteng. Pengganti Axayacatl, Tizoc, juga tak lebih baik. kaisar ini memegang kekuasaan cuma sebentar dan kemudian meninggal. Kembali pemberontakan meruyak di berbagai tempat.
Ia digantikan o
le Ahuitzotl pada 1486 dan langsung memimpin penyerangan ke sejumlah provinsi yang melakuakn pemberontakan. Berbeda dengan dua pendahulunya, gelombang penyerangan yang dilakukan Ahuitzotl berfungsi ganda. Selain utnuk menumpas pemberontakan, ia juga mencari tawanan perang untuk diserahkan kepada kaum pendeta untuk dikorbankan kepada para dewa. Soalnya pembangunan Kuil Agung, yang dikerjakan sejak zaman Moctezuma I sudah mendekati penyelesaian dan harus diresmikan dengan pergorbanan besar-besaran.
Ahuitzotl menerjemahkan kata 'besar-besaran' dalam arti sesungguhnya. Beberapa sumber sejarah menyebutkan 80.400 manusia dikorbankan dalam peresmian Kuil Agung yang langsung empat hari. Kendati angka ini terlalu dibesar-besarkan, tapi memang dapat dipastikan ribuan manusia dikorbankan dalam dalam peresmian yang dilakukan pada 1487. Tawanan perang berbaris dari utara dan selatan, timur dan barat, menuju ke arah pusat kota.
Ahuitzotl membuka ritual pengorbanan itu. Dikelilingi para penguasa suku Texcoco dan Tacuba, di puncak Kuil Agung ia menghunjamkan pedangnya ke dada seorang tawanan. Ia melakukan itu berulang kali. Setelah ia bosan, sejumlah pendeta meneruskan pembantaian. Situasi itu sangat mengerikan dan mencekam. Di sekeliling kuil para pembantai menari dan bernyanyi bersama. Mereka sama-sama mengenakan perhiasan yang menyimbokan pemujaan terhadap dewa. Darah mengalir di dinding dan tangga kuil yang berbentuk piramid itu. Bau menyengat yang keluar dari mayat dan potongan tubuh korban merebak ke sekeliling kuil. "Dalam sejarah umat manusia, tak ada yang bisa menandingi pembantaian massal ini", tulis Alva Ixlilxochitl, seorang pengamat sejarah, satu abad setelah bangsa Spanyol mendarat di Mexico.
Ada ada beberapa alasan mengapa suku Aztec seolah menjadi masyarakat yang terobsesi oleh darah. Faktor paling utama adalah mereka amat takut terhadap para dewa dan kosmos kehidupan mereka. Dalam kepercayaan suku Aztec, para dewa dan dunia
itu tak bersifat abadi. Karena itulah mereka selalu menyediakan makanan kepada dewa dan mnyuntikkan energi kepada dunia hingga segar kembali. Pengorbanan itu juga untuk menjamin datangnya hujan dan kesuburan tanah.
Pada saat upacara berlangsung baik pendeta dan korban muncul dengan sejumlah atribut yang melambangkan kekuatan para dewa. Dan memang di mata masyarakat Aztec, pada saat itu mereka menjlma menjadi dewa. Tawanan perang yang dikorbankan bukan cuma tawanan perang. Mereka sudah menyatu dengan dewa.
Pengorbanan besar-besaran itu melambangkan sumber vital energi yakni 'air berharga', dalam hal ini darah. Menurut masyarakat Aztec, kosmos membutuhkan hal itu. Dan agar kosmos terus bekerja, kebutuhan energinya harus disuplai secara teratur melalui ritual yang diatur sampai ke menit-menitnya.
Pembantaian manusia secara massal itu juga berfungsi sebagai instrumen pemerintahan. Penguasa Aztec menggunakan sistem teror dalam menjalankan pemerintahannya. Dan pada saat yang sama, pembantaian juga cara untuk melenyapkan musuh yang paling berbahaya, yaitu para pemimpin dan para pejuangnya pihak musuh.
Dalam satu sisi, masyaraka
t Mexica kuno adalah masyarakat 'visual'. Kekuasaan diekspresikan dan dipamerkan bukan melalui birokrasi yang rumit dan kompleks, tapi melalui pameran kekuatan sang penguasa. Dengan kata lain, masyarakat Aztec melakukan semua itu untuk mengokohkan keberadaan mereka di Lembah Mexico. Pembinasaan ratusan jiwa manusia, pada satu sisi, adalah bentuk kekuasaan yang ditunjukkan bagi masyarakat jajahan dan masyarakat sekitar.

Perebutan Pengaruh Selain pembunuhan besar-besaran, pesta hura-hura dalam skala yang sama juga dilangsungkan. Seluruh upeit yang diterima dalam satu tahun dihabiskan pada waktu itu. Dalam masyarakat Azrec, perang, upeti dan pengorbanan manusia merupakan tiang-tiang penyangga sebuah sistem yang menghubungkna antara pemerintahan manusia dengan regenerasi kosmos.
Tujuan ganda - meluaskan wilayah kekuasaannya dan penyediaan makanan untuk pada dewa - menyebabkan Ahuitzotl melakukan ekspansi tiada henti. Gelombang penyerangan kembali dilakukan dengan frekuensi yang meningkat. Serangan pertama kali dilakukan ke arah selatan, menuju negeri-negeri panas di tepi Lautan Pasifik.
Penduduk di wilayah itu berhasil ditundukkan. Mereka diminta mengembangkan perkebunan coklat, komoditi berharga yang dikhususka
n untuk para bangsawan, dan menjaga batas-batas negeri dari ancaman Tarascan yang ganas.
Ahuitzotl terus bergerak meluaskan wilayah kekuasaannya. Antara 1491 dan 1495, ia menaklukkan sejumlah negeri yang berada di tepi pantai Pasifik. Salah satunya Oaxaca, provinsi yang sudah dicoba ditaklukkan pada zaman pemerintahan Moctezuma. Provinsi itu mendatangkan emas, kapas dan coklat ke Lembah Mexico.
Lebih ke selatan, kota Zapotec yang didiami suku Tehuantepec menjadi sasaran berikutnya. Untuk menaklukkan pusat perdagangan penting ini, Ahuitzotl menyipakan ekspedisi yang paling jauh, yang menyebabkan persoalan-persoalan logistik, administrasi dan koordinasi pasukan yang tak terpikirkan sebelumnya, muncul.
Kebetulan pada 1500, su
ku Tehuantepec meminta bantuan Ahuitzoatl untuk melindungi mereka dari ancaman Soconusco, suku yang berdiam di wilayah yang sekarang ini menjadi perbatasan Guatemala. Dari Mexico City, jaraknya lebih dari seribukilometer. Bagi Ahuizotl ini merupakan penyerangan yang paling sulit. Ia bukan saja harus menyiapkan persediaan makanan dalam jumlah besar untuk pasukannya, tapi juga karena pemimpin Tacuba dan Texcoco tak mau terlibat penyerangan ini. Toh ia tak saja berhasil melindungi suku Tehuantepec, tapi juga mampu menundukkan Soconusco. Karena sepak terjangnya itu, kekuatan militer memang lebih banyak berada di tangan Ahuitzotl ketimbang sekutunya. Nezahualpili, yang memimpin kota Texcoco.
Ahuitzotl menghentikan gerak ekspansinya di sini. Soalnya ia tak memiliki pasukan lagi. Laskar lain sedang bertempur di garis pertempuran yang lain, seperti Puebla, Huexotzingo dan Tlaxcala. Walau ketiga negeri itu telah ditundukkan, ia harus menempatkan pasukkannya di sana untuk memelihara kemenangan.
Selain itu juga harus memperhatikan pertambahan jumlah penduduk di negerinya sendiri. Artinya ia harus meningkatkan produksi pertanian. Ahuitzotl lalu membangun sejumlah proyek irigasi berskala raksasa. Ia mengalirkan sumber-sumber air tawar ke arah danau. Tapi pembangunan yang ambisius itu berakhir dengan kegagalan.

Pada 1500, sebuah banir besar melanda Tenochtitlan. Rumah-rumah berikut kebun-kebunnya hancur, dan terpaksa ditinggalkan para bangsawan yang memilikinya. Ahuitzotl terpaksa meminta saran sekutunya, Texcoco. Nezahuapili, putra Nezahualcoyotl yang bijak itu, mengusulkan agar Ahuitzotl menghancurkan saluran-saluran air yang dibangunnya. Selain itu untuk menyenangkan hati para dewa yang murka, Nezahualpili menasehatkan agar Ahuitxotl melangsungkan sejumlah upacara meminta maaf kepada para dewa. Akhirnya Ahuitzotl, yang ahli strategi perang harus tunduk karena kebijakan Nezahualpili. Air pun menyurut dan Ahuitzotl memutuskan untuk membangun kembali ibukotanya.
Kelompok-kelompok peerja pun didatangkan dari seluruh kota yang ada di Lembah Mexico. Mereka inilah yang membangun istana-istana indah yang semarak dengan cat-cat warna cerah dan taman-taman hijau. Di pinggiran kanal ditanam pohon-pohon rindang. Bendungan diperkuat. Pendek kata Tenochtitlan muncul dengan wajah sumringah, yang menyiratkan kekayaan dan kebesaran kekaisaran Aztec.
Namun kekuasaan Ahuitzotl tak sekuat dulu. Bencana banjir itu dimanfaatkan oelh Nezahualpili untuk menunjukkan bahwa ia memiliki keku
atan supranatural yang tak bisa dipandang enteng oelh Ahuitzotl. Kendati pun yang terakhir ini memegang supremasi militer.
Nezahualpili berhasil naik ke posisi yang dipegang ayahnya dulu. Ia lantas dikenal sebagai orang yang berpengetahuan luas dan memiliki sejumlah kekuatan magis. ia misalnya, telah mendapat 'petunjuk' bahwa 'putra-putra matahari [bangsa Spanyol] bakal datang ke negeri mereka. Ia juga diyakini tak pernah mati. Ia menghilang di sebuah gua misterius.
Tapi sebenarnya kehidupan keluarganya tak terlalu menggembirakan. Ia terpaksa mengeksekusi permaisurinya, karena tak mematuhi peraturan yang ditetapkannya. Ia memiliki tak kurang dari 2000 gundik yang memberinya 144 anak. Pada masyarakat Aztec, perkawinan poligami hanya boleh dilakukan oleh kaum bangsawan. Tapi untuk keluarga kerajaan, boleh dibilang tak asa batasan istri yang bisa dimiliki, karena keluarga kerajaan dikatakan mempunyai sifat-sifat dewa.
Perubahan Strategi
Mempertahankan, kata orang, lebih sulit ketimbang merebut. Itu agaknya yang berlaku bagi Ahuitzotl. Ia memang berhasil meluaskan wilayah kekuasaan Aztec. Tapi tak mempunyai jaringan yang kuat untuk mempertahankan koloni yang telah dikuasainya. Ia cuma bersandar pada loyalitas penguasa lokal.
Akibatnya, sedikit d
emi sedikit, wilayah kekuasaannya, terutama yang berada jauh dari pusat pemerintahan, lenyap dicomot oleh kerajaan besar lainnya. Misalnya yang terjadi di Lembah Puebka. negeri Tlaxcala dan Huexotzingo melepaskan diri dari kontrol Tenochtitlan. Di wilayah timur laut dan barat daya, suku Tarascan siap menghentikan gerakan pasukan Aztec.
Karena tak ada kontrol, timbulnya pemberontakan selalu ada. Akhirnya perluasan wilayah kekuasaan justru menyebabkan munculnya lingkaran setan. Pembangunan dan pertambahan penduduk yang berlangsung di Lembah Mexico menyebabkan naiknya kebutuhan dan permintaan.
Namun penguasa Aztec juga yakin bahwa kekuatan kekaisaran amat bergantung pada upeti. Dengan kata lain, mereka harus terus melakukan ekspansi untuk mempertahankan kejayaannya. Tapi kian hari penyerangan yang dilakuakn makin jauh jarakanya. Hingga keselamatan pasukan kian terancam, dan biaya perang makin melonjak.
Dalam kondisi seperti itulah Ahuitzotl meniggal. Ia digantikan oleh Moctezuma II. Amat percaya dengan firasat dan kekuatan supranatural, Moctezuma II amat religius. Ketaatannya pada religi hanya bisa ditandingi dengan kecintaannya pada kekuasaan. Moctezuma II naik tahta pada 1502. Ia langsung mengambil langkah-langkah radikal dalam perekrutan menter-menteri pemerintahan. Semua pejabat yang diangkat oleh Ahutzotl, pamannya, dilenyapkan. mereka digantikan oleh sejumlah anak muda yang diambil dari keluarga terbaik. Dengan demikian lingkaran kekuasaan makin dimonopoli kaum bangsawan. Sedang etiket di kalangan kerajaan pun makin ketat.
Di bawah Moctezuma II, memang berubah. Kekuasaan berusaha dikembalikan ke tangan kaum bangsawan dan pemuka agama. Pada saat itu dua golongan masyarakat itu telah resah dengan makin besarnya pengaruh kaum pedagang terhadap jalannya roda pemerintahan yang meuncul karena perluasan wilayah kekaisaran Aztec.
Sedang untuk dunia luar, Moctezuma II menggunakan seluruh kekuatan militernya utnuk menguasai dan mengontrol wilayah-wilayah yang belum ditaklukkan. Para pendahulunya seringkali meninggalkan lubang-lubang, yang menyebabaklan antaran upeti kerap lenyap di perjalanan.
Moctezuma II melakukan penyerangan ke selatan dan Pasifik untuk menundukkan suku Yopis. Ini untuk meloncat ke suku Tutunepec, suku yang cukup berkuasa di wilayah itu. Lalu ke arah utara untuk menundukkan suku Metztitlan. Hasil penyerangan itu beragam. Tutunepec masih bisa mempertahankan sejumlah teritorinya. Sedangkan Yopis mampu ditaklukkan total. Lalu Metztitlan kehilangan sejumlah posisi kunci. Moctezuma II juga berusaha memperkuat cengkramannya di provinzi Oaxaca. Caranya dengan menyerbu kota-kota di sana secara mendadak dan membantai seluruh penduduknya. Ia menganggap dengan membunuh seluruh populasi yang ada, ia menghilangkan ancaman pemberontakan, juga sekaligus menjamin kelancaran aliran upeti ke Tenochtitlan.
Moctezuma seperti tak terhentikan. Ia menyerbu suku Huexotizingo dan Tlaxcala, yang berdiam di balik pegunungan berapi yang mengelilingi Lembah Mexico. Sebenernya Moctezuma I telah mencoba menundukkan kedua suku ini, namun gagal. Ia hanya berhasil memutus jalur perekonomian kedua negeri itu. Moctezuma II menyerbu Huexotizingo antara 1508 dan 1513. Sedang Tlaxcala diserang pada 1515. Tapi upayanya itu tak terlalu berhasil. Namun di masa pemerintahan Moctezuma II, kekaisaran Aztec telah menguasai wilayah seluas hampir 200.000 km persegi yang dihuni beberapa juta manusia. Sedang Tenoctitlan sudah menjadi kota besar. Penduduknya menigkat dua kali lipat, dari 150 ribu menjadi 300 ribu jiwa.
Moctzuma II boleh dibilang kaisar paling berhasil dalam sejarah Aztec. Tapi pada masa pemerintahannyalah bangsa Spanyol mendarat di Mexico. Mampukah ia menahan gerakan 'putra-putra matahari ' itu?

[Disadur dari Majalah HAI 44/XVII 9 November 1993]

12 August 2008

AZTEC, Runtuhnya Sebuah Kekaisaran [part 2]

PEMERINTAHAN BERDARAH MOCTEZUMA
Kenaikkannya ke tahta kekuasaan ditandai dengan bencana berkepanjangan. Dan selama 28 tahun pemerintahannya, Aztec tak pernah berhenti berperang. Toh Moctezuma disebut sebagai arsitek yang membangun Kekaisaran Aztec.


Penggabungan tiga kekuatan - Mexica, Tacuba dan Texcoco - memang ampuh. Persekutuan yang dikenal dengan sebutan Triple Alliance [TA] ini segera meluaskan wilayahnya dengan menundukkan kerjaan-kerajaan kecil di Lembah Mexico. Hanya dalam waktu 15 tahun, TA telah menjelma menjadi kekaisaran dengan kekuatan yang harus diperhitungkan.
Pada tahun itulah, 1440, Moctezuma naik tahta menggantikan Itzcoatl. Seperti penguasa sebelumnya, Moctezuma I yang naik kursi kekuasaan pada usia 40 tahun, juga berupaya meluaskan wilayah kekaisa
ran Aztec dengan menggempur suku-suku di sekitar lembah. Segera setelah memegang kekuasaan tertinggi di Aztec, ia memerintahkan bala tentaranya menyerang Chalca, sebuah suku yang berdiam di kaki gunung-gunung berapi yang tertutup salju di sebeleha tenggara Lembah Mexico. Tapi perang tak berlangsung lama, karena Lembah Mexico dilanda serangkaian bencana yang berlangsung hampir delapan tahun.

Perang Suci

Sewaktu Moctezuma mengirimkan pasukannya ke Chalca, Lembah MExico justru diserbu kawanan belalang. Jutaan belalang memporakporandakan pertanian Aztec. Tahun itu, 1446, seluruh hasil jagung dihasilkan oleh belalang.
Belum lagi sembuh oleh serangan belalang, Lembah Mexico dilanda banjir besar pada 1449. Kemudian serangkaian musim dingin yang membekukan dan gangguan serangga datang silih berganti mulai 1540 sampai 1454. Kemarahan alam yang berkepanjangan itu menyebabkan kekaisaran Aztec dilanda kelaparan dahsyat, yang berlangs
ung bertahun-tahun.
Menurut catatan sejarah, bangsa Aztec begitu tercekam dengan bencana itu. Sampai 150 tahun setelah bencana itu, rakyat Aztec masih teringat jelas dengan burung-burung bangkai yang mengitari lembah dan menyantap mayat-mayat yang bergelimpangan di berbagai tempat.
Bencana luar biasa itu sempat menggoyahkan pemerintahan Moctezuma. Soalnya karena begitu hebatnya kemarahan alam, kalangan penguasa tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong rakyatnya. Hingga rakyat merasa diabaikan, dan mulai tak percaya dengan pihak penguasa. Padahal selama ini kekaisaran Aztec bersandar pada kepercayaan rakyatnya. Untunglah pada 1455 hujan turun secara teratur. Pertanian pun kembali pulih. Kebetulan tahun itu juga merupaka tahun terakhir dari putaran 52 tahun. Suku Aztec percaya, setiap kali putaran 52 tahun itu berakhir, duania terancam lenyap. Pada tahu itu, makhluk-makhluk alam maya keluar dan siap menyergap manusia dan menguas
ai jagat raya.
Serangan tzizimime, begitu makhluk-makhluk itu disebut, baru bisa dihindari bila seluruh kuil menyalakan api. Seluruh kuil
menyalakan api, dan bumi tak jadi lenyap. Karena itulah penguasa Aztec, menganggao bencana yang datang berturut-turut itu muncul karena kemarahan para dewa.
Untuk menyenangkan hati pada dewa, Moctezuma kembali melakukan penyerangan ke negeri-nege
ri tetangga. Berbeda dengan penyerbuan sebelumnya, serangan kali ini tak melulu bertujuan meluaskan wilayah kekuasaan. Tapi lebih dititikberatkan pada pencarian tawanan, yang nantinya dijadikan untuk persembahan kepada dewa.
Selain itu pertempuran dimanfaatkan untuk melatih tentara Aztec untuk menggempur wilayah yang terletak lebih jauh lagi. Bagi pasukan Aztec sendiri, penyerangan ke sejumlah negeri di sekitar lembah merupakan tugas suci, karena mereka bertempur demi para dewa.
Karena itulah Moctezuma menamakan serangkaian perang yang dikomandoinya itu sebagai Perang Bunga-Bunga. Seak itu kawasan sekitar lembah tak pernah sepi dengan peperangan antara Aztec dan masyarakat di Lembah Puebla. Dan baru berakhir ketika orang-orang Spanyol mendarat di sana memanfaatkan kondisi itu untuk menguasai Lembah Mexico.
Tapi Perang Bunga-Bunga itu kerap kali tumpang tindih dengan pertimbangan ekonomi dan strategi politik. Ini terlihat ketika pasukan Aztec menyerbu negeri-negeri kaya di kawasan tropis, yang justru menampung ribuan pengungsi ket
ika embah Mexico dilanda kelaparan.
Negeri-negeri tropis yang tersebar di kawasan Teluk Mexico itu kaya akan bulu hias, batu berharga, kapas dan kain warna warni. Semua itu merupakan benda-benda yang digemari oleh golongan bangsawan di Aztec.
Moctezuma memulai serangan ke Teluk Mexico dari arah tenggara. Korban pertama adalah Coixlahuaca, sebuah kota yang terkenal karena aktivitas perdagangannya, yang ditundukkan pada 1458. Kota ini memang m
enjadi pintu gerbang ke Mixtec - sebuah wilayah yang mewarisi peradaban kuno, komplet dengan perhiasan emasnya - sampai ke pelosok Guatemala.
Pasukan Moctezuma kemudian mengerahkan kekuatannya ke wilayah bagian timur. Mereka berhasil memaksa suku Huaxtex dan Totonac untuk membayar upeti. Setelah itu, bala tentara Aztec menyeberang ke negeri-negeri yang berada di balik pegunungan berapi. Serangan yang berlangsung sejak 1466 ini juga berkaitan dengan kepentingan ekonomi dan strategi politik.
Soalnya kota yang dijadikan sasaran adalah Tepeaca, yang menjadi pusat lalu lintas untuk wilayah timur da tenggara. Penyerahan upeti dan penaklukan tempat-tempat penting menunjukkan bagaimana kepentingan ekonomi juga menjadi faktor utama gerakan pasukan Moctezuma.

Pengorbanan Manusia
Moctezuma menjalankan taktik 'pukul dan tinggalkan' dalam meluaskan wilayah kekuasaanya. Ia tak meninggalkan sejumlah tentaranya di negeri yang berhasil ia tundukkan. Ia bahkan tak mengangkat seorang gubernur Aztec di wilayah itu. Moctezum
a cuma meninggalkan seorang pejabat yang bertugas mengumpulkan upeti dan memastikan upeti itu dikirimkan ke Tenochtitlan.
Di luar itu, suku Mexica dan sekutunya menghormati penguasa lokal. Mereka juga tak mengubah tradisi dan lembaga-lembaga yang ada di daerah yang bersangkutan. Mereka
juga tak memaksakan penduduk setempat menyembah dewa-dewa suku Mexica. Mereka membiarkan masyarakat pendudukan menjalankan ritual yang dijalankan di sana. Tapi Moctezuma sama sekali tak mengizinkan daerah taklukannya itu membangun kekuatan bersenjata. Mereka hanya diizinkan untuk membentuk pasukan elite - yang berisi kstaria jaguar dan kstria elang - yang terlalu kecil untuk melakukan pemberontakan.
Kendati begitu pemberontakan toh terjadi di sejumlah tempat. Soalnya pengiriman upeti bukanlah hal yang mudah. Rombongan pengantar upeti itu harus berjalan ratusan kilometer. Perjalanan itu sendiri amat berat, karena harus naik turun gunung, melewati dataran rendah yang kering dan membekukan, menerobos hutan yang amat lebat dan amat sulit ditembus. Dan pada saat i
tu, kereta atau hewan pengangkut seperti kuda atau keledai belumlah dikenal. Hingga semua benda-benda upeti harus dipanggul oleh manusia. Dengan demikian tak heran kalau sejumlah penguasa lokal mencoba melepaskan diri dari genggaman kekuasaan Aztec. Tapi pemberontakan itu cuma melahirkan pembalasan yang brutal dan biasanya berakhir dengan hukuman upeti yang lebih besar.
Secara sadar Moctezuma menciptakan dua citra sekaligus ke hadapan daerah taklukannya. Wajah pertama adalah kekuatan menekan yang ditampilkan lewat kebengisan tentara. Sedang imej kedua, otoritas, dibangun lewat negosiasi dan teror.
Yang terakhir dijalankan secara sadis. Para penguasa daerah yang belum berada di bawah kekuasaan Aztec diundang untuk menghadiri pengorbanan manusia yang dilangsungkan di Tenochtitlan. Diterima secara mewah dan penuh hormat, tamu-tamu itu diajak menyaksikan bagaimana manusia - yang tak jarang saudara mereka sendiri yang menjadi tawanan perang - dipersembahkan kepada dewa-dewa kota Tenochtitlan. Mereka tak bisa menolak undangan tersebut, karena penolakan bakal segera diartikan sebagai pernyataan perang.

Tulang Punggung
Namun TA juga tahu bagaimana memelihara kerjasama dengan wilayah-wilayah yang dikuasainya di Lembah Mexico. Sebagai
upah, rombongan pengantar upeti diberikan sebagian hasil rampasan perang. Rombongan yang datang dari wilayah yang lebih jauh mendapat perlakuan yang lebih istimewa, untuk menjaga loyalitas mereka. Lalu daerah-daerah yang berada di pinggir wilayah kekaisaran Aztec dipercaya untuk menjaga perbatasan. Sebagai imbalannya, mereka dibebaskan dari kewajiban membayar upeti.
Kendati ada
beberapa pengecualian, rombongan pembawa upeti seolah tak pernah terputus memasuki Tenochtitlan. Ibukota kekaisaran Aztec pun dipenuhi dengan berbagai benda yang pernah dihasilkan dan dipakai di zaman Mexico kuno. Puluhan ribu ton makanan, lebih dari 100 ribu pakaian yang dibuat dari kapas, lebih dari 30 ribu gulung bulu hias, dan sejumlah besar benda berharga mengalir ke Tenochtitlan setiap tahun.
Diawasi oleh p
etugas pengawas pajak lokal yang berada di titik keberangkatan, upeti yang dibawa dihitung dengan teliti. Mengenai perhitungan ini adpat ditemui di sejumlah manuskrip yang ditemukan para ahli sejarah Mexico.
Barang-barang it
u digunakan untuk sejumlah keperluan. Pada masyarakat yang tak membedakan antara kerja dan ritual keagamaan, sebagian upeti dipakai untuk perayaan-perayaan agama. Sekedar informasi, Aztec mengenal lebih dari dua sampai tigaratus ritual kegamaan dalam setahun.
Sebagian lagi dipakai untuk membiayai administrasi pemerintahan, untuk membantu rakyat dan untuk menutup biaya yang dikeluarkan pada saat perang. Sisanya diputar lagi dalam perdagangan dan ditukar dengan berbagai jenis barang lainnya.
Pada setiap upeti terdapat sejumalh tenaga kerja. Dengan inilah Moctezuma membangun sejumlah proyek besar di ibukota Aztec, Tenochtitlan. Dengan demikian kekaisaran Aztec tumbuh seperti jaring laba-laba. Dan TA sebagai pusatnya. Jaringan itu kian kuat karena adanya perkawinan campuran, pertukaran jasa, dan ketergan
tungan satu daerah dengan daerah lain.
Tapi semua itu berjalan sangat fleksibel dan selalu disesuaikan dengan kondisi yang ada, karena penguasa di daerah-daerah itu tak menggunakan sarana transportasi dan ketentuan tertulis dalam menjalankan pemerintahan. Atau dengan kata lain, kekaisaran Aztec bukanlah pemerintahan yang amat terpusat dan bersifat totaliter.
Inijuga terlihat dari pembagian kekuasaan di pusat. Tenochtitlan, kendati menjadi kediaman Moctezuma, bukan satu-satunya kota yang menerima upeti. Texcoco, kota kediaman sekutunya, meneriam 40 persen dari jumlah upeti yang datang. Selain itu, pasukannya juga ikut bertempur dalam perluasan wilayah Aztec. Mereka menundukkan kota-kota sekitar dan kawasan di timur laut lembah Mexico, dan menerima upeti dari negeri-negeri yang ada di Teluk Mexico.
Selain itu, excoco juga memainkan peranan penting dalam budaya. Ini hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh Nezahualcoyotl, penguasa kota Texcoco. Ia dikenal sebagai ahli hukum - ia antara lain menghidupkan kembali sejumlah hukum yang berlaku pada era pemerintahan Quetzalcoatl, nenek moyang Toltec-nya - sebagai arsitek dan juga sebagai penyair.

Ia memiliki kharisma. Hingga disebut sebagai kerutunan pada dewa, hingga bersifat abadi, suatu sifat yang tak dimiliki oleh Moctezuma. Menurut salah seorang keturunannya Alva Ixtilxochitl, ia bahkan memiliki sifat ketuhanan, sang pencipta bumi dan surga. Dengan bangga Alva Ixtilxochitl menyebutnya sebagai 'raja yang paling berkuasa, paling cerdas dan paling bijak yang pernah ada di Dunia Baru'.
Dari Texcoco, bersamaan dengan meluasnya wilayah kekuasaan Aztec, lahir etika yang kompleks. Pada awalnya peraturan hidup itu muncul karena Moctezuma dan saudaranya Tlacelel menikmati fasilitas luar biasa yang membedakannya dengan penguasa dan aristokrat lainnya.
Dari sinilah kemudian disusun peringkat kebangsawanan seseorang. Tinggi rendahnya kebangsawanan diukur dari perhiasan dan pakaian. Kian mewah atau indah perhiasan yang dikenakan, makin tinggi pula status kebangsawanannya.

Dengan demikian, gelang, bulu hias, perhiasan emas, perhiasan batu berharga hanya boleh dipakai oleh kalangan bangsawan. Pakaian yang dibuat dari kapas dan panjang mantel diatur secara ketat. Setiap pelanggaran akan diganjar hukuman yang amat berat.
Pemakaian oakaian bagus dan perhiasan indah sama sekali tak ada kaitannya dengan penampilan seseorang. Pakaian dan perhiasan itu dipakai cuma untuk menegaskan status sosial, unut membedakan rakyat biasa dengan kalangan bangsawan. Rakyat hanya boleh mengenakan kulit kelinci dan anting-anting batu granit.
Kendati begitu, peraturan yang diterapkan secara ketat ini tak sama sekali tertutup. Pejuang perang yang amat menonjol keberaniannya dianugerahi kehormatan, yang ditandai dengan pemberian perhiasan, macam kalung yang terbuat dari tulang, dan bulu elang.
Atas sumbangan pemikiran Nezahualcoyotl pula, pada era pemerintahan Moctezuma I, serangkaian peraturan hukum diciptakan. Peratutan itu menetapkan sejumlah hukuman buat yang berbuat serong, mabuk atau mencuri. Hukuman itu akan lebih berat bila yang melakukan pelanggaran berasal dari kalangan bangsawan. Peraturan ini menegaskan kembali kalangan bangsawan yang terhormat seharusnya tak boleh menjadi contoh jelek bagi masyarakat. Namun peraturan ini hanya berlaku untuk mereka yang berasal dari Tenochtitlan dan Texcoco.
Pada 1465, Moctezuma melancarakan serangan lagi dan berhasil menaklukan Chalco, yang selama 20 tahun terakhir berusaha ditundukkannya. Tak lama kemudian, sekitar 1468, Moctezuma meninggal dunia. Kendati sejak awal pemerintahannya sudah diwarnai dengan kematian - bencana berkepanjangan yang menimpa kekaisaran Aztec, dan kemudian peperangan yang tak kunjung henti selama ia menjalankan pemerintahannya, Moctezuma dianggap sebagai Bapak Kekaisaran Aztec.
Tak lama lagi setelah Moctezuma I wafat, rekannya Nezahualcoyotl pun meninggal pada 1472. Tak ada lagi orang kuat di Aztec.

[Disadur dari majalah HAI 44/XVII 9 November 1993]

06 August 2008

AZTEC, Runtuhnya Sebuah Kekaisaran [part 1]





Aztec adalah bangsa yang melakukan pengorbanan manusia kepada dewa-dewa. Tapi mereka juga masyarakat berbudaya tinggi, yang dapat dilihat dari arsitekturnya yang monumental, dan seni pahat yang hebat. Mereka juga penghasil perhiasan emas dan baju-baju bulu yang amat indah. Bagaimana dua aspek yang berlawanan ini ada di dalam masyarakat diceritakan secara rinci oleh Serge Gruzinski lewat bukunya, The Aztecs, Rise and Fall of an Empire. Mulai dari cikal bakalnya sebagai bangsa nomad sampai ketika membangun kekaisaran besar dan rontok di bawah pemerintahan Spanyol. Serge Gruzinski lahir pada 1949 di Turcoing, Perancis. Pernah menjadi anggota Ecole Francaise de Rome dan Casa de Velasques, peneliti di Instituto Nacional de Antropologia e Historia de Mexico, doktor di bidang paleografi ini telah banyak menghasilkan buku-buku tentang suku bangsa Indian di Mexico.

SEBUAH KOTA BERNAMA TULA
Dulu sekali, pada zaman sebelum Masehi, sejumlah peradaban muncul, tumbuh besar dan rontok di altiplano, alias kawasan dataran tinggi di Mexico bagian tengah. Peradaban-peradaban itu begitu mengkilap, hingga kehebatannya tetap terdengar sampai ketika bangsa Spanyol mendarat di Mexico.
Dua nama berkaitan dengan peradaban-peradaban tadi. Yakni Teotihuaca, yang berarti 'kota para dewa', yang mencapai puncaknya pada zaman Kekaisaran Romawi, dan beberapa abad kemudian, Tula, yang
reruntuhannya masih bisa dilihat sekitar 90 km sebelah barat laut Mexico City.
Kota yang disebut terakhir ini selalu dikisahkan oleh sejarawan Mwxico yang mencoba menggali sejarah bangsanya pada era setelah ditaklukannya Spanyol. Kota agung yang menjadi pusat pemerintahan kekaisaran ini memang tonggak perjalanan sejarah Mexico kuno.

Berebut tradisi
Penduduk kota ini memang menempati posisi istimewa. Di mata masyarakat lain yang juga hidup di altiplano, bangsa Toltec yang mendiami Tula dipandang sebagai ahli kumpulan para ahli. Mereka jago melukis di atas kertas, kampiun dalam mematung, empu penulisan pictografi, arsitek hebat yang membangun istana-istana luarbiasa, dan tak bisa ditandingi dalam hal kerajinan bulu.
Bangsa Toltec menyembah sejumlah dewa, termasuk dewa Quetzalcoatl. Yang juga menjadi gelar p
endeta yang mengepalai sekte dan bangsa Toltec. Toltec memang bukan satu-satunya suku bangsa yang tinggal di Tula. Mereka hidup berdampingan dengan masyarakat nomadik, dan dengan bangsa barbar datang secara bergelombang dari arah utara. Setiap kelompok menjaga tradisi dan sektenya. Tapi dominasi bangsa Toltec di Tula dan pusat-pusat kehidupan mereka lainnya melemah dan akhirnya runtuh sekitar abad 12. Mengapa samapai begitu, faktor penyebabnya masih misterius. Namun satu hal yang pasti, Tula dan kota-kota lainny atak mampu lagi menyerap gelombang bangsa barbar yang mengalir dari Utara. Yang menyebabkan keseimbangan antara penghuni tetap dan pendatang menjadi kacau. Benturan kepentingan pun mucul dan melahirkan pertikaian. Akhirnya bangsa Toltec melihat migrasi menjadi satu-satunya jalan keluar untuk menghindari konflik. Menurut legenda, persaingan dan pertikaian antar kelompok memaksa pendeta pendeta-raja lalu dewa Quetzalcoatl, terbang dari Tula pada 967, ditemani para pengikutnya. Sebagian membanjiri lembah Mexico. Di lembah ini mereka ikut membangun kota-kota baru. Lembah Mexico akhirnya memliki warna Toltec. Sebagian lainnya tiba di Cholula, di Lembah Puebla. Ada juga yang sampai ke Itchen Itza, yang berada dalam kekuasaan Maya, yang hidup di kawasan Yucatan.
Tapi pewaris budaya bangsa Toltec tak cuma memasyarakat di Lembah mexico. Sejumlah suku nomad atau semi nomad mengalir di dataran rendah di sebelah dan berbaur dengan di Lembah Mexico. Kadang-kadang sejumlah suku membentuk semacam persatuan kelompok. Yang kemudian melahirkan kota-kota baru. Mereka ini kemudian masing-masing menyebut dirinya sebagai pewaris sah budaya Toltec, yang pada zaman itu memang dianggap paling hebat. Bahkan begitu kuatnya kharisma bangsa Toltec, hingga bangsa-bangsa berikutnya menganggap mereka sebagai manusia dewa, alias menusia yang mempunyai kemampuan dewa.
Mendekati tahun 1200, para pemimpin suku-suku pengembara di kawasan itu meniru 'nenek moyangnya'. Mereka mengangkat dirinya sebagai manusia dewa. Mereka menggangap diri mereka mempunyai kekuatan suci. Kekuatan suci itulah yang membuat kaum pueblo atau rakyat biasa dapat terus hidup dan mencapai tujuan hidup yang telah ditentukan para dewa.
Karena disibukkan dengan perpindahan demi perpindahan yang mewarnai masa itu, tujuan kelompok-kelompok masyarakat yang berkeliaran di kawasan itu memang dititikberatkan pada penemuan tanah tempat tinggal. Atau menurut pada pendeta, menuju ke tanah yang dijanjikan para dewa. Inilah yang menyebabkan munculnya berbagai ibukota yang berbeda. Padahal jaraknya cuma beberapa kilometer.

Selama abad ke-13, kelompok-kelompok pengembara ini mulai berbaur dengan peradaban peninggalan bangsa Toltec kuno yang muncul kembali di kota=kota baru. Mereka berdiam di pinggiran kota, kaerna tanah di pusat kota sudah tak ada lagi.
Kembali pertikaian antar kelompok terjadi. Kali ini antara penduduk pusat kota deng
an kaum pinggiran. Kedua-duanya mengaku pewaris sah tradisi Toltec. Perebutan kekuasaan ini berlangsung selama dua abad. Akibatnya kota-kota baru yang muncul itu meredup karena hanya mengurusi tawuran antar kelompok. Culhuacan, yang terletak di selatan Danau Texcoco, pernah menjadi kota top karena didiamo suatu dinasti dari keturunan Toltec. Tapi posisinya kemudian diganti Azcopotzalco, yang berada di jalur barat. Yang juga mengaku mempunyai garis keturunan Toltec.

Bangsa Legenda
Mendekati pertengahan abad ke-13, Lembah Mexico didatangi oleh kelompok baru yang asal usulnya hilang dalam mitos dan legenda. Seperti bangsa Toltec kuno lainnya, bangsa Indian ini, konon muncul dari sebuah tempat suci.
Ceritanya grup ini berasal dari Chicomoztoc [Tujuh Gua] yang legendaris. Dibilang legendaris karena banyak suku lainnya yang datang ke Lembah Mexico mengaku berasal dari Tujuh Gua. Bagi suku Indian, Chicomoztoc merupakan simbol perjalanan jauh mereka dan sekaligus tempat kelahira
nnya.
Ada versi lain dari grup baru ini. Mereka disebut datang dari Aztlan, sebuah kota misterius yang berada di sebuah pulau. Karena itulah suku ini kemudian disebut Aztec, yang menjadi nama penduduk yang hidup di pulau tersebut. Namun ketika dalam perjalanan menuju ke Lembah Mexico, mereka disebut juga sebagai kaum Mexitin dan kemudian Mexica. Nama Aztec muncul kembali si abad ke-18.
Alkisah migrasi suku ini dibimbing oleh Huitzilopochtli, dewa yang berbicara melalui empat manusia yang menjadi wakilnya. Perjalanan mereka dapat direkonstruksi melalui naskah-naskah pictografi yan
g dikumpulkan oleh para sejarawan.
Dari manuskrip-manuskrip itu, diduga suku bangsa ini kadang-kadang mempraktekkan hid
up bercocok tanam. Tapi kebanyakan mereka menjalani hidup sebagai pemburu. Dalam perjalanan panjang itu, kelompok ini mengalami beberapa kali perpecahan yang banyak menelan korban jiwa. Pertumpahan darah itu menyebabkan posisi Huitzilopochtli kian tinggi di mata meerka, karena setiap kali terjadi pertempuran, mereka mencari perlindungan pada dewa itu.
Toh akhirnya mereka sampai juga di Lembah Mexico. Pada awalnya mereka berdiam di sisi danau Chapultepec. Kedatangan meerka menyebabkan suku Azcapotzalco, yang berasal dari dinasti Otomi, yang sudah datang lebih dulu, merasa terancam dan menyerang mereka. Karena hantaman itu, suku Mexico terpaksa mengungsi ke selatan danau, yang berada di pinggir wilayah kekuasaan suku Cukcuacan, pada 1299.
Suku Culhua menerima mereka dengan sikap 'bersahabat'. Mereka dipersilahkan mengambil sepotong tanah berbatu di Tizapan. Padahal suku Culhua tahu betul daerah tiu menyimpan banyak jenis ular berbisa, dan mereka berharap suku pendatang ini mati karena gigitan ular.
Tapi harapan itu sia-sia. Karena suku Mexica justru memanggang dan menyantap ular-ular itu. Mereka pun mulai dapat beristirahat dari perajalanan yang berlangsung beberapa tahun itu. Karena hidup sudah tenang, mereka pun mulai mengurut - atau mungkin lebih tepat merekayasa - asal-usul mereka. Dan seperti suku-suku lainnya, mereka akhirnya mengaku sebagai keturunan Toltec.
Ketenangan mereka terganggu lagi pada 1323. Mereka lagi-lagi dikejar oleh suku Culhua. Yang memaksa mereka nekad menembus semak-semak yang tumbuh mengelilingi danau. Namun pengejaran itu ada hkmahnya. Mereka menemukan sebuah pulau kecil di tengah danau. Penemuan pulau kecil ini manandai akhir migrasi suku Mexica.
Dua tahun kemudian, 1325, mereka melihat tanda yang selama ini ditunggu-tunggu. Seekor elang yang hinggap di pohon kaktus terbang dan seolah-olah ingin menunjukkan tempat baru bagi mereka. Suku Mexica lalu mengikuti elang itu, yang kemudian berhenti di sebuah pulau kecil lainnya, yang cuma berjarak beberapa kilometer dari pulau mereka.
Di pulau kecil itu mereka mendirikan sebuah kota, Tlatelolco. Tak ada hal istimewa yang membedakan mereka dengan suku-suku lain yang meramaikan Lembah Mexico. Pulau mereka itu terlalu kecil dibanding kerajaan-kerjaan besar yang ada di sekelilingnya. Selama 30 tahun, suku Mexica hidup menyendiri dan asyik membangun dua kotanya.
Kemudian mereka menciptakan dan mengembangkan chinampas, pulau-pulau kecil buatan. Untuk bercocok tanam di chinampas, mereka dituntut ekstra tekun. Yang kemudian melahirkan sistem irigasi yang terbilang canggih pada zamannya. Pertanian yang dilakukan mereka pun akhirnya berhasil baik. Tapi karena kekurangan bahan mentah, seperti batu, batang kayu, dan semacamnya, akhirnya memaksa suku Mexica keluar dari kesendiriannya dan menjalin hubungan dengan dunia luar.

Persekutuan Tiga
Tradisi pun berbaur. Malah suku Mexica mengangkat Acamapichtli, raja masyarakat sekitar, menjadi pemimpin mereka. Di mata masyarakat nelayan yang dipimpinnya, Acamapichtli dianggap sebagai pewaris kemuliaan bangsa Toltec. Ia menjadi bos dari 1372 sampai 1391. Dan memimpin bangsanya menahan tekanan dari Azcapotzalco, bangsa tetangga yang juga sudah tumbuh besar.
Kota suku Mexica lainnya, Tlatelolco, memilih seorang pangeran dari suku Idian Tepanec sebagai pemimpinnya. Dengan cara ini, suku Mexica dengan cepat masuk dalam jaringan pusat-pusat kekuasaan yang ada di Lembah Mexico. Lebih jauh lagi seebuah dinasti perlahan-lahan tercipta. Keturunan Acamapichtli meneruskan garis kekuasaan ayahnya. Dan mereka selalu berusaha meluaskan wilayah kekuasaan di Lembah Mexico.
Salah satu kekuatannya yang dimanfaatkan oleh suku Mexica adalah Tezozomoc, seorang keturunan Azcapotzalco. Melalui keahlian berdiplomasi dan kemenangan di medan tempur, ia berhasil membangun sebuah kekaisaran. Tezozomoc ini pintar betul memecah belah suku-suku bangsa di sekitarnya. Setelah lemah baru ia menaklukkannya. divide et impera
dengan mencontek dari Tezozomoc, ya. Dengan cara ini ia berhasil meluaskan wilayah kekuasaannya di Mexico tengah dan menjadi kekaisaran terbesar setelah kekaisaran Toltec. Karena kedekatan hubungan dengan Tezozomoc, suku Mexica perlahan memperluas teritorialnya. Kendati masih dibatasi pada peran kedua, suku Mexica dapat memanfaatkan periode ini sebagai ajang pelatihan.
Satu-satunya kekuatan lain yang mampu menandingi kehebatan Azcopotzalco adalah Texcoco. Texcoco dibangun pada zaman Toltec dan selalu berada di peringkat kedua sampai awal abaad ke-15. Texcoco dibangun oleh bangsa barbar yang datang ke wilayah timur laut Lembah Mexico.
Di sini, seperti di tempat lainnya, bangsa barbar itu mengaku sebagai keturunan keturunan Toltec. Misalnya mereka mulai berbicara dalam bahasa Nahuatl, yang menjadi bahasa suku Toltec. Mereka juga menciptakan adat yang lebih beradab dan mulai mengenakan pakaian mewah. Sedang kepandaian mengukir emas dan menulis manuskrip dipelajari dari imigran yang datang dari arah selatan.
Perlahan kota itu menjadi pusat peradaban. Kerajinan emas dan perhiasan, juga mosaik bulu tumbuh marak. Pendek kata seluruh kegiatan suku Toltec dulu dilakukan mereka. Malah para pengrajin itu dianugerahi gelar Toltec. Mereka lantas hidup secara eksklusif, tinggal di distrik khusus, dan memiliki dewa dan ritual yang berbeda dengan masyarakat biasa.
Akhirnya pada awal abad ke-15 ada dua kekuatan yang bersaing ketat. Yakni Texcoco dan Tezozomoc. Perang pun pecah, dan pada tahun 1418, pemimpin Texcoco, Ixtlilxochitl, harus meninggalkan Texcoco. Sebagian wilayah Texcoco jatuh ke tangan Indidn Tepanec. Dan suku Mexica, yang menjadi teman dekat Tezozomoc, dihadiahi hak mengatur Texcoco.
Tapi kekaisaran yang dibangun Tezozomoc tak berumur panjang. Salah satu putranya, Maxtla, menggantikannya sekitar 1425. Kebrutalan dan kesalahan yang dibuatnya menyebabkan kekaisaran Tepanec melemah dengan cepat. Peluanng ini langsung diambil oleh pemimpin Azcapotzalco yang baru, Nezahualcoyotl. Ia bersekutu dengan Tenochtitland dan Texcoco untuk menggulingkan Maxtla. Setelah pertempuran selama 114 hari, Maxtla dapat digulingkan. Persekutuan antara suku Indian Mexica, Tacuba dan Texcoco inilah yang kemudian melahirkan kekaisaran Aztec.


[Disadur dari majalah HAI edisi 42/XVII 26 Oktober 1993]