06 August 2008

AZTEC, Runtuhnya Sebuah Kekaisaran [part 1]





Aztec adalah bangsa yang melakukan pengorbanan manusia kepada dewa-dewa. Tapi mereka juga masyarakat berbudaya tinggi, yang dapat dilihat dari arsitekturnya yang monumental, dan seni pahat yang hebat. Mereka juga penghasil perhiasan emas dan baju-baju bulu yang amat indah. Bagaimana dua aspek yang berlawanan ini ada di dalam masyarakat diceritakan secara rinci oleh Serge Gruzinski lewat bukunya, The Aztecs, Rise and Fall of an Empire. Mulai dari cikal bakalnya sebagai bangsa nomad sampai ketika membangun kekaisaran besar dan rontok di bawah pemerintahan Spanyol. Serge Gruzinski lahir pada 1949 di Turcoing, Perancis. Pernah menjadi anggota Ecole Francaise de Rome dan Casa de Velasques, peneliti di Instituto Nacional de Antropologia e Historia de Mexico, doktor di bidang paleografi ini telah banyak menghasilkan buku-buku tentang suku bangsa Indian di Mexico.

SEBUAH KOTA BERNAMA TULA
Dulu sekali, pada zaman sebelum Masehi, sejumlah peradaban muncul, tumbuh besar dan rontok di altiplano, alias kawasan dataran tinggi di Mexico bagian tengah. Peradaban-peradaban itu begitu mengkilap, hingga kehebatannya tetap terdengar sampai ketika bangsa Spanyol mendarat di Mexico.
Dua nama berkaitan dengan peradaban-peradaban tadi. Yakni Teotihuaca, yang berarti 'kota para dewa', yang mencapai puncaknya pada zaman Kekaisaran Romawi, dan beberapa abad kemudian, Tula, yang
reruntuhannya masih bisa dilihat sekitar 90 km sebelah barat laut Mexico City.
Kota yang disebut terakhir ini selalu dikisahkan oleh sejarawan Mwxico yang mencoba menggali sejarah bangsanya pada era setelah ditaklukannya Spanyol. Kota agung yang menjadi pusat pemerintahan kekaisaran ini memang tonggak perjalanan sejarah Mexico kuno.

Berebut tradisi
Penduduk kota ini memang menempati posisi istimewa. Di mata masyarakat lain yang juga hidup di altiplano, bangsa Toltec yang mendiami Tula dipandang sebagai ahli kumpulan para ahli. Mereka jago melukis di atas kertas, kampiun dalam mematung, empu penulisan pictografi, arsitek hebat yang membangun istana-istana luarbiasa, dan tak bisa ditandingi dalam hal kerajinan bulu.
Bangsa Toltec menyembah sejumlah dewa, termasuk dewa Quetzalcoatl. Yang juga menjadi gelar p
endeta yang mengepalai sekte dan bangsa Toltec. Toltec memang bukan satu-satunya suku bangsa yang tinggal di Tula. Mereka hidup berdampingan dengan masyarakat nomadik, dan dengan bangsa barbar datang secara bergelombang dari arah utara. Setiap kelompok menjaga tradisi dan sektenya. Tapi dominasi bangsa Toltec di Tula dan pusat-pusat kehidupan mereka lainnya melemah dan akhirnya runtuh sekitar abad 12. Mengapa samapai begitu, faktor penyebabnya masih misterius. Namun satu hal yang pasti, Tula dan kota-kota lainny atak mampu lagi menyerap gelombang bangsa barbar yang mengalir dari Utara. Yang menyebabkan keseimbangan antara penghuni tetap dan pendatang menjadi kacau. Benturan kepentingan pun mucul dan melahirkan pertikaian. Akhirnya bangsa Toltec melihat migrasi menjadi satu-satunya jalan keluar untuk menghindari konflik. Menurut legenda, persaingan dan pertikaian antar kelompok memaksa pendeta pendeta-raja lalu dewa Quetzalcoatl, terbang dari Tula pada 967, ditemani para pengikutnya. Sebagian membanjiri lembah Mexico. Di lembah ini mereka ikut membangun kota-kota baru. Lembah Mexico akhirnya memliki warna Toltec. Sebagian lainnya tiba di Cholula, di Lembah Puebla. Ada juga yang sampai ke Itchen Itza, yang berada dalam kekuasaan Maya, yang hidup di kawasan Yucatan.
Tapi pewaris budaya bangsa Toltec tak cuma memasyarakat di Lembah mexico. Sejumlah suku nomad atau semi nomad mengalir di dataran rendah di sebelah dan berbaur dengan di Lembah Mexico. Kadang-kadang sejumlah suku membentuk semacam persatuan kelompok. Yang kemudian melahirkan kota-kota baru. Mereka ini kemudian masing-masing menyebut dirinya sebagai pewaris sah budaya Toltec, yang pada zaman itu memang dianggap paling hebat. Bahkan begitu kuatnya kharisma bangsa Toltec, hingga bangsa-bangsa berikutnya menganggap mereka sebagai manusia dewa, alias menusia yang mempunyai kemampuan dewa.
Mendekati tahun 1200, para pemimpin suku-suku pengembara di kawasan itu meniru 'nenek moyangnya'. Mereka mengangkat dirinya sebagai manusia dewa. Mereka menggangap diri mereka mempunyai kekuatan suci. Kekuatan suci itulah yang membuat kaum pueblo atau rakyat biasa dapat terus hidup dan mencapai tujuan hidup yang telah ditentukan para dewa.
Karena disibukkan dengan perpindahan demi perpindahan yang mewarnai masa itu, tujuan kelompok-kelompok masyarakat yang berkeliaran di kawasan itu memang dititikberatkan pada penemuan tanah tempat tinggal. Atau menurut pada pendeta, menuju ke tanah yang dijanjikan para dewa. Inilah yang menyebabkan munculnya berbagai ibukota yang berbeda. Padahal jaraknya cuma beberapa kilometer.

Selama abad ke-13, kelompok-kelompok pengembara ini mulai berbaur dengan peradaban peninggalan bangsa Toltec kuno yang muncul kembali di kota=kota baru. Mereka berdiam di pinggiran kota, kaerna tanah di pusat kota sudah tak ada lagi.
Kembali pertikaian antar kelompok terjadi. Kali ini antara penduduk pusat kota deng
an kaum pinggiran. Kedua-duanya mengaku pewaris sah tradisi Toltec. Perebutan kekuasaan ini berlangsung selama dua abad. Akibatnya kota-kota baru yang muncul itu meredup karena hanya mengurusi tawuran antar kelompok. Culhuacan, yang terletak di selatan Danau Texcoco, pernah menjadi kota top karena didiamo suatu dinasti dari keturunan Toltec. Tapi posisinya kemudian diganti Azcopotzalco, yang berada di jalur barat. Yang juga mengaku mempunyai garis keturunan Toltec.

Bangsa Legenda
Mendekati pertengahan abad ke-13, Lembah Mexico didatangi oleh kelompok baru yang asal usulnya hilang dalam mitos dan legenda. Seperti bangsa Toltec kuno lainnya, bangsa Indian ini, konon muncul dari sebuah tempat suci.
Ceritanya grup ini berasal dari Chicomoztoc [Tujuh Gua] yang legendaris. Dibilang legendaris karena banyak suku lainnya yang datang ke Lembah Mexico mengaku berasal dari Tujuh Gua. Bagi suku Indian, Chicomoztoc merupakan simbol perjalanan jauh mereka dan sekaligus tempat kelahira
nnya.
Ada versi lain dari grup baru ini. Mereka disebut datang dari Aztlan, sebuah kota misterius yang berada di sebuah pulau. Karena itulah suku ini kemudian disebut Aztec, yang menjadi nama penduduk yang hidup di pulau tersebut. Namun ketika dalam perjalanan menuju ke Lembah Mexico, mereka disebut juga sebagai kaum Mexitin dan kemudian Mexica. Nama Aztec muncul kembali si abad ke-18.
Alkisah migrasi suku ini dibimbing oleh Huitzilopochtli, dewa yang berbicara melalui empat manusia yang menjadi wakilnya. Perjalanan mereka dapat direkonstruksi melalui naskah-naskah pictografi yan
g dikumpulkan oleh para sejarawan.
Dari manuskrip-manuskrip itu, diduga suku bangsa ini kadang-kadang mempraktekkan hid
up bercocok tanam. Tapi kebanyakan mereka menjalani hidup sebagai pemburu. Dalam perjalanan panjang itu, kelompok ini mengalami beberapa kali perpecahan yang banyak menelan korban jiwa. Pertumpahan darah itu menyebabkan posisi Huitzilopochtli kian tinggi di mata meerka, karena setiap kali terjadi pertempuran, mereka mencari perlindungan pada dewa itu.
Toh akhirnya mereka sampai juga di Lembah Mexico. Pada awalnya mereka berdiam di sisi danau Chapultepec. Kedatangan meerka menyebabkan suku Azcapotzalco, yang berasal dari dinasti Otomi, yang sudah datang lebih dulu, merasa terancam dan menyerang mereka. Karena hantaman itu, suku Mexico terpaksa mengungsi ke selatan danau, yang berada di pinggir wilayah kekuasaan suku Cukcuacan, pada 1299.
Suku Culhua menerima mereka dengan sikap 'bersahabat'. Mereka dipersilahkan mengambil sepotong tanah berbatu di Tizapan. Padahal suku Culhua tahu betul daerah tiu menyimpan banyak jenis ular berbisa, dan mereka berharap suku pendatang ini mati karena gigitan ular.
Tapi harapan itu sia-sia. Karena suku Mexica justru memanggang dan menyantap ular-ular itu. Mereka pun mulai dapat beristirahat dari perajalanan yang berlangsung beberapa tahun itu. Karena hidup sudah tenang, mereka pun mulai mengurut - atau mungkin lebih tepat merekayasa - asal-usul mereka. Dan seperti suku-suku lainnya, mereka akhirnya mengaku sebagai keturunan Toltec.
Ketenangan mereka terganggu lagi pada 1323. Mereka lagi-lagi dikejar oleh suku Culhua. Yang memaksa mereka nekad menembus semak-semak yang tumbuh mengelilingi danau. Namun pengejaran itu ada hkmahnya. Mereka menemukan sebuah pulau kecil di tengah danau. Penemuan pulau kecil ini manandai akhir migrasi suku Mexica.
Dua tahun kemudian, 1325, mereka melihat tanda yang selama ini ditunggu-tunggu. Seekor elang yang hinggap di pohon kaktus terbang dan seolah-olah ingin menunjukkan tempat baru bagi mereka. Suku Mexica lalu mengikuti elang itu, yang kemudian berhenti di sebuah pulau kecil lainnya, yang cuma berjarak beberapa kilometer dari pulau mereka.
Di pulau kecil itu mereka mendirikan sebuah kota, Tlatelolco. Tak ada hal istimewa yang membedakan mereka dengan suku-suku lain yang meramaikan Lembah Mexico. Pulau mereka itu terlalu kecil dibanding kerajaan-kerjaan besar yang ada di sekelilingnya. Selama 30 tahun, suku Mexica hidup menyendiri dan asyik membangun dua kotanya.
Kemudian mereka menciptakan dan mengembangkan chinampas, pulau-pulau kecil buatan. Untuk bercocok tanam di chinampas, mereka dituntut ekstra tekun. Yang kemudian melahirkan sistem irigasi yang terbilang canggih pada zamannya. Pertanian yang dilakukan mereka pun akhirnya berhasil baik. Tapi karena kekurangan bahan mentah, seperti batu, batang kayu, dan semacamnya, akhirnya memaksa suku Mexica keluar dari kesendiriannya dan menjalin hubungan dengan dunia luar.

Persekutuan Tiga
Tradisi pun berbaur. Malah suku Mexica mengangkat Acamapichtli, raja masyarakat sekitar, menjadi pemimpin mereka. Di mata masyarakat nelayan yang dipimpinnya, Acamapichtli dianggap sebagai pewaris kemuliaan bangsa Toltec. Ia menjadi bos dari 1372 sampai 1391. Dan memimpin bangsanya menahan tekanan dari Azcapotzalco, bangsa tetangga yang juga sudah tumbuh besar.
Kota suku Mexica lainnya, Tlatelolco, memilih seorang pangeran dari suku Idian Tepanec sebagai pemimpinnya. Dengan cara ini, suku Mexica dengan cepat masuk dalam jaringan pusat-pusat kekuasaan yang ada di Lembah Mexico. Lebih jauh lagi seebuah dinasti perlahan-lahan tercipta. Keturunan Acamapichtli meneruskan garis kekuasaan ayahnya. Dan mereka selalu berusaha meluaskan wilayah kekuasaan di Lembah Mexico.
Salah satu kekuatannya yang dimanfaatkan oleh suku Mexica adalah Tezozomoc, seorang keturunan Azcapotzalco. Melalui keahlian berdiplomasi dan kemenangan di medan tempur, ia berhasil membangun sebuah kekaisaran. Tezozomoc ini pintar betul memecah belah suku-suku bangsa di sekitarnya. Setelah lemah baru ia menaklukkannya. divide et impera
dengan mencontek dari Tezozomoc, ya. Dengan cara ini ia berhasil meluaskan wilayah kekuasaannya di Mexico tengah dan menjadi kekaisaran terbesar setelah kekaisaran Toltec. Karena kedekatan hubungan dengan Tezozomoc, suku Mexica perlahan memperluas teritorialnya. Kendati masih dibatasi pada peran kedua, suku Mexica dapat memanfaatkan periode ini sebagai ajang pelatihan.
Satu-satunya kekuatan lain yang mampu menandingi kehebatan Azcopotzalco adalah Texcoco. Texcoco dibangun pada zaman Toltec dan selalu berada di peringkat kedua sampai awal abaad ke-15. Texcoco dibangun oleh bangsa barbar yang datang ke wilayah timur laut Lembah Mexico.
Di sini, seperti di tempat lainnya, bangsa barbar itu mengaku sebagai keturunan keturunan Toltec. Misalnya mereka mulai berbicara dalam bahasa Nahuatl, yang menjadi bahasa suku Toltec. Mereka juga menciptakan adat yang lebih beradab dan mulai mengenakan pakaian mewah. Sedang kepandaian mengukir emas dan menulis manuskrip dipelajari dari imigran yang datang dari arah selatan.
Perlahan kota itu menjadi pusat peradaban. Kerajinan emas dan perhiasan, juga mosaik bulu tumbuh marak. Pendek kata seluruh kegiatan suku Toltec dulu dilakukan mereka. Malah para pengrajin itu dianugerahi gelar Toltec. Mereka lantas hidup secara eksklusif, tinggal di distrik khusus, dan memiliki dewa dan ritual yang berbeda dengan masyarakat biasa.
Akhirnya pada awal abad ke-15 ada dua kekuatan yang bersaing ketat. Yakni Texcoco dan Tezozomoc. Perang pun pecah, dan pada tahun 1418, pemimpin Texcoco, Ixtlilxochitl, harus meninggalkan Texcoco. Sebagian wilayah Texcoco jatuh ke tangan Indidn Tepanec. Dan suku Mexica, yang menjadi teman dekat Tezozomoc, dihadiahi hak mengatur Texcoco.
Tapi kekaisaran yang dibangun Tezozomoc tak berumur panjang. Salah satu putranya, Maxtla, menggantikannya sekitar 1425. Kebrutalan dan kesalahan yang dibuatnya menyebabkan kekaisaran Tepanec melemah dengan cepat. Peluanng ini langsung diambil oleh pemimpin Azcapotzalco yang baru, Nezahualcoyotl. Ia bersekutu dengan Tenochtitland dan Texcoco untuk menggulingkan Maxtla. Setelah pertempuran selama 114 hari, Maxtla dapat digulingkan. Persekutuan antara suku Indian Mexica, Tacuba dan Texcoco inilah yang kemudian melahirkan kekaisaran Aztec.


[Disadur dari majalah HAI edisi 42/XVII 26 Oktober 1993]