11 September 2008

AZTEC, Runtuhnya Sebuah Kekaisaran [5]

BUAH PAHIT KOLONIALISME
Kedatangan Bangsa Spanyol ke Mexico menyebabkan bangsa Indian dapat membca dan menulis. Tapi toh kolonisasi menyebabkan bangsa Indian tercabut dari akarnya.

Kekaisaran Aztec telah bertekuk lutut di depan bangsa Spanyol. Tapi tak berarti perlawanan para bangsawannya berhenti sama sekali. Sejumlah bangsawan yang tersisa belum mau menyerah. Mereka masih berharap par apenjajah itu akhirnya akan terusir dari negeri mereka.
Cortes menget
ahui gerak perlawanan itu. Dan ia pun bergerak untuk menuntaskannya. Ia tak cuma memaksa mereka tunduk terhadap Kerajaan Spanyol di seberang laut sana. Ia juga menekan penduduk setempat meniggalkan ritual-ritual lainnya dan mencoba mengkristenkan penduduk setempat.
Berbekal titah Cortes, pasukan Conquistador melabrak kuil-kuil dan menghancurkan patung-patung dewa Aztec. Kebijakan Cortes ini memang dimaksudkan untuk melemahkan bangsa Aztec. Karena dengan penghancuran itu, hubungan masyarakat Aztec dengan nenek moyangnya menjadi terputus.

Perlawanan Bangsawan
Karena kebijakan Cortes itu pula kelompok-kelompok pendeta Fransiskan yang terkenal bersemangat tinggi itu tiba di Mexico sejak 1525. Kedatangan mereka yang didukung oleh Cortes menyebabkan pendeta-pendeta Aztec yang berkeras memegang tradisi yang diwariskan nenek moyang
nya menjalankan ritusnya secara sembunyi-sembunyi. Ketika pendeta-pendeta Fransiskan menyebar dan berkhotbah di depan penduduk asli, pasukan Spanyol menyerbu berbagai tempat penyembahan. Mereka membunuh pendeta-pendeta suku Indian, membumihanguskan tempat-tempat pengorbanan manusia dan membakar seluruh manuskrip keagamaan.
Pendeta Fransiskan juga menggarap kaum bangsawan dan berhasil mendapatkan sejumlah pengiku
t. Kendati sebagian besar pengikut baru itu memeluk agama Kristen hanya di permukaan saja, toh Ordo Fransiskan berhasil menghidupkan suasana Kristiani di seputar gereja dan biara yang dibangun. Ritual-ritual baru diperkenalkan untuk menggantikan perayaan-perayaan yang telah dilarang.
Kaum pendeta segera menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan. dengan demikian tekanan terhadap kaum bangsawan Indian yang masih melakukan ritual Aztec kian keras. Kerena sebelumnya mereka sudah berhadapan dengan bangsa Spanyol dan suku Indian yang berkolaborasi dengan bangsa pendatang itu.
Datangnya agama Kristen di Lembah emxico boleh dibilang menggoyang tiang-tiang penyangga masyarakat setempat. Dalam berbagai k
hotbah yang disampaikan oleh Pendeta Fransiscan, citra bangsa Toltec, yang dianggap sebagai nenek moyang Aztec dan begitu dihormati, dimelorotkan menjadi penyembah berhala yang pantas masuk neraka untuk selama-lamanya.
Penguasa Spanyol juga menutup tempat-tempat yang selama ini mengajarkan tradisi nenek moyang kepada kaum bangsawan. Sedang para pendeta Fransiscan menabukan pengorbanan manusia dan melarang praktek poligami. Mereka juga melarang penggunaan tumbuhan halusinogenis [mungkin semacam ganja]. Padahal semua itu adalah praktek-praktek yang membedakan kelas penguasa dengan rakyat biasa. Kebiasaan itu sekaligus menjadi legitimasi kekuasaan.
Perpindahan dari ajaran pemujaan dewa ke agama Kristen juga memcahkan keutuhan keluarga. Prinsip monogami [beristri satu] menyebabkan istri-istri lainnya terlempar ke jalan berserta anak-anaknya [yang kemudian menjadi anak haram tanpa nama dan tanpa masa depan]. Para pendeta Fransiscan juga menggarap anak-anak kaum bangsawan, dan memakai mereka sebagai alat untuk membujuk atau bahkan melawan orangtuanya.
Hal lain yang menyebabkan kaum ban
gsawan Indian makin terjungkal adalah ajaran agama Kristen yang mengatakan seluruh manusia sederajat di hadapan Tuhan, dan para penguasa itu mempunyai tanggungjawab spiritual terhadap rakyat yang dipimpinnya. Ini sama sekali berlawanan dengan tradisi yang selama ini ada, yang emmisahkan bangsawan dengan rakyat jelata, baik secara fisik maupun secara spiritual.
Karena yakin ajran Kristen bakal menggulingkan sistem nilai yang ada, kaum bangsawan Indian yang masih membangkang mencoba menentang tekanan yang dilancarkan bangsa Spanyol. Tapi persengkokolan atau pemboikotan yang dilakukan mereka menemui kegagalan karena tak terorganisasi dengan baik. Perlawanan akhirnya menghilang satu demi satu.
Kaum bangsawan lainnya, entah karena sikap pasrah atau karena memang mau, memilih bekerja sama. Dengan cara ini, mereka berharap masih mendapat tempat di lingkar kekuasaan. Mereka sadar mereka masih dibutuhkan oleh Cortes cs. Pasukan Conquistador toh harus memanfaatkan bantuan mereka kalau ingin meluaskan wilayah pendudukannya.

Peran Wanita
Dan memang uta
ma yang dihadapi oleh bangsa Spanyol adalah bahasa. Kecuali bahasa Nahualt yang dipakai di Aztec ada lebih 100 bahasa lainnya yang dipakai di Spanyol Baru.
Pada tahun-tahun pertama kerjasama dengan bangsa Spanyol mendatangkan hasil yang lumayan bagi para bangsawan. Bangsawan Tlaxcala misalnya dibiarkan memiliki otonomi ketiak bersedia masuk Kristen. Bangsawan Texcoco, untuk mempertahankan kekuasaannya bersedia membantu pasukan Spanyol untuk menghancurkan Mexica hingga bangsa Spanyol bisa memulai gerakan Fransiskannya.
Dalam pengembangan dominasi bangsa Spanyol, wanita kerap memainkan peran krusial. Soalnya anak perempuan bangsawan Indian kerap menjadi wanita simpanan atau bahkan menjadi istri sah dari pasukan conquista
dor. Anak perempuan Moctezuma, Tecuihpotzin, dapat dijadikan contoh. Istri dari dua raja Aztec, Cuitlahuac dan Cuauhtemoc, ia segera dibaptiskan setelah penaklukan bangsa Spanyol dan diberi nama Isabella. Diceraikan oleh Cuauhtemoc pada usia 16 tahun, ia masih membawa legitimasi Aztec, dan termasuk orang penting dalam percaturan politik. Cortes menikahkannya Alonso de Grado, salah seorang anggota conquistador. Tecuihpotzin segera menjadi asimilasi dan kristenisasi.
Setelah Grado wafat, Tecuihpotzin menjadi harem Cortes selama beberapa waktu, dan sempat melahirkan seorang anak. Ia kemudian menikah dengan dua orang Spanyol lainnya. Lalu anak perempuannya, Leonor, menikah dengan penemu tambang pe
rak Zacateca berkebangsaan Spanyol. Kini keturunan Tecuihpotzin berdiam di Spanyol dan biasanya memakai gelar Count of Miravalle, Duke of Abrantes dan Duke of Linar.
Pernikahan anta
ra putri setempat dengan pasukan conquistador, dan anak-anak indo hasil perkawinan itu, tak pelak lagi mempercepat proses penyatuan dua dunia yang pada awalanya sama sekali berbeda.

Cepat Beradapatasi
Kebijakan asi
milasi yang secara tersirat dilakukan oleh penguasa Spayol ini dimanfaatkan pula oleh sejumlah bangsawan di provinsi kecil. Mereka mecoba masuk ke lingkaran kekuasaan dan berhasil. Mereka biasanya menjadi gubernur atau penguasa di satu tempat.
Tapi angin kemudian berubah arah. Menuju pertengahan abad ke-16, penguasa Spanyol tak mau lagi menciptakan kaum elit baru. mereka kembali melirik kepada pewaris-pewaris asli Aztec. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjaga inde
ntitas 'Indian'. salah satu caranya adalah dengan memisahkan komunitas masyarakat setempat dengan Spanyol. Dengan demikian kontrol wilayah harus tetap berada di tangan bangsa Spanyol. Dengan cara ini pula mereka bisa memobilisasi kekuatan pasukan Aztec yang terkenal kuat itu. Pada 1920-an, suasana damai di pusat negeri dan penaklukan Guatemala serta Honduras dapat dicapai karena bantuan para bangsawan dan pasukannya. Kekuatan yang sama juga dipakai untuk memukul mundur pasukan Indian Chichimec dan untuk menjamin terbukanya jalur ke tambang-tambang perak di Mexico Utara. Dari 1541 sampai 1542 puluhan ribu prajurit Mexica, Tlaxcala dan Otomi dipakai mematahkan pemberontakakn Mixton, di timur laut negeri, sekitar 600 km dari Mexico. Pejuang yang paling berani dianugerahi pangkat militer, lengkap dengan senjata dan gelar.
Dari 1540 ke depan, kelas penguasa baru atau pun penguasa tradisional dengan cepat beradaptasi dengan dunia baru yang dibawa oleh Bangsa Spanyol. Mereka tak cuma akrab dengan kuda dan senjata api. Mereka juga mulai mengenal akutansi, mencoba berbisnis, membeli barang-barang yang diekspor oleh bangsa Spanyol, meminum anggur dan mengenakan baju sutera.
Mereka bahkan pada tingkat tertentu menguasai tata hukum Spanyol dan menggunkannya untuk melindungi hak-hak mereka. Bangsa Indian banyak yang menjadi hakim, gubernur, pedagang dan penerjemah. Mereka tetap berada di bawah bayang-bayang par apenguasa Spanyol, tapi jauh di atas rakyat biasa.
Pendidikan yang dilakukan Gereja dan kemampuan beradaptasi bangsa Indian yang begitu cepat menghasilkan buah yang amat baik dan tak terduga. Buah itu muncul dalam karya-karya pelukis dan pematung setempat yang mengambil bagian dalam pembangunan gereja, biara dan kapel yang sekarang tersebar di seluruh Mexico.
Selain itu ada juga musisi dan penyanyi yang tumbuh subur di daerah pemukiman-pemukiman. Mereka belajar instrumen-instrumen musik Eropa Abad Pertengahan dan dalam kasus tertentu belajar komposisi dengan semangat tinggi yang kadang-kadang mengejutkan orang Spanyol sendiri. tapi revolusi yang paling menonjol adalah pengenalan alfabet Eropa. Orang-orang Indian, yang selama berabad-abad kebudayaannya didasarkan pada tradisi pictograf [gambar] dan lisan kini belajar membaca dan menulis.
Bagi yang amat pintar bahkan ditawari pendidikan yang lebih tinggi seperti bersekolah do kolese Santa Cruz, yang ada di Tatelolco. Disana mereka mempelajari karya-karya Cicero, membaca karya klasik Latin dan menerjemahkan teks-teks penting Eropa ke bahasa Nahualt. Beberapa bahkan mengakrabkan diri dengan tipografi dan cetak. Dari sinilah lahir pencatat-pencatat sejarah abad ke-16.
Adopsi penulisan bergaya Eropa tak menyebabkan pictografi khas Indian menjadi lenyap. Mereka justru berhasil mengkombinasikan pictografis dengan tulisan Eropa. Mereka berhasil memanfaatkan keduanya secara maksimal.
Wabah Penyakit
Tapi perkembangan menggembirakan ini mati sebelum sempat berkembang jauh. Soalnya pada sisi lain,masyarakat luas, sangat sengsara karena eksploitasi habis-habisan yang dilakukan bangsa Spanyol. Yang akhirnya menimbulkan sejumlah kekacauan.
Kekacauan itu datang dari beberapa faktor. Misalnya masayarakat Indian tak lagi memiliki garis pembatas yang jelas yang membedakan kelas sosial dan asl suku, yang sebelumnya justru amat ketat. Tanda-tanda dtatus sosial pun sudah hilang - misalnya asesoris, baju dan partisipasi dalam ritual-ritual keaamaan, dan pembedaan konsusmsi mskanan. Kevakuman kekuasaan juga menyumbang andil yang tak sedikit. Pada 1521 para bangsawan dan pemimpin suku Indian secara total menujukkan diri mereka sama sekali tak berdaya menghadapi bangsa asing. Ini jelas menghilangkan kebanggaan di kalangan masyarakat biasa.
Yang lebih serius lagi kematian para dewa. Lalu perhitungan perputaran waktu - yang selama ini ditandai dengan pengorbanan manusia dan ritual kegamaan lainnya - yang menjamin kelangsungan hidup kosmos telah dihilangkan. Dengan kata lain, seluruh institusi yang sebelumnya dijunjung tinggi, sekarang sudah tak berfungsi lagi. Celakany institusi pengganti tak hadir selama beberap adekade. Karena waktu itu pendeta-pendeta Fransiskan baru bergerak di beberapa kota saja.
Sampai 1540-an, para conquistador dengan bengis menindas suku Indian. Mereka dijadikan budak belian, tubuh mereka dicap dengan bsi panas, membebani mereka dengan kerja berat. Parahnya lagi, rakyat jelata ini juga ditindas oleh kaum bangsawan Indian yang kini bergandeng mesra dengan bangsa kolonialis itu. Penderitaan rakyat biasa Indian belum lagi habis. Wabah penyakit menyerang beberapa kali. Yang dimulai dari saat pengepungan kota Tenochtitlan. Sejak itu tious dan cacar seolah tak pernah pergi dari Lembah Mexico. dengan saat-saat paling parah pada 1545 - 1548, 1581 - 1586 dan 1629 - 1631.
Pengobatan yang minim, semangat hidup yang amat rendah, menjelaskan jumlah kematian yang begitu besar. Bangsa Spanyol sempat kuatir dengan kematian yang dahsyat itu, karena itu berarti mereka kehilangan tenaga kerja dan upeti dalam jumlah besar. Mereka lantas mencari penyebab timbulnya wabah penyakit itu.
Sedang suku Indian menduga epidemi yang datang bergelombang itu akibat dari runtuhnya nilai-nilai yang selama ini dipegang dan karena dihancurkannya patung-patung dewa. tapi mereka, seperti juga bangsa yang menjajahnya, lebih sering tak bisa menjawab dan bingung dengan nasib meerka yang menyedihkan itu.
Berhadapan dengan serangan Sang Maut yang datang berturut-turut itu dan runtuhnya institusi-institusi yang selama ini dipegang, bayak orang Indian yang lari ke alkohl. Larangan meminum alkohol yang dulu berlaku sudah tersapu dengan yang lainnya. Angka aborsi dan bunuh diri berlipat ganda. Inilah ekspresi keputusasaan yang tak tertahankan.

[disadur dari Majalah HAI 46/XVII 23 november 1993]